Jumat, 07 Agustus 2015

MANHAJ SALAFY

MANHAJ SALAFY

(1)

“Ketauhilah, bahwa Islam adalah Sunnah dan Sunnah adalah Islam. Salah satunya tidak akan bisa tegak tanpa yang lain.”
(Syarhus Sunnah, karya al-Barbahari rahimahullah)
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata,
“Islam tidak akan tegak tanpa Sunnah, dan Sunnah tidak akan tegak tanpa Islam.  Barangsiapa yang mengaku Islam namun tidak mengamalkan sunnah – yaitu JALANNYA RASULULLAH Shallallahu ‘alaihi wa sallam – maka dia bukanlah seorang muslim. Barangsiapa yang tahu ajaran Sunnah namun tidak berislam kepada Allah, maka dia pun bukan muslim, walaupun dia mengetahui Sunnah. Jadi, harus memadukan keduanya.”
[Ithaf al-Qari, 50-51 ]
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah :
“Islam adalah dakwah para nabi semuanya.  … sedangkan as-Sunnah adalah JALAN, MANHAJ, AKHLAQNYA NABI Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnah tersebut, maka dia adalah mubtadi’ sesat, dan dia belum mengamalkan Islam.”
[ ‘Aun al-Bari, 52 ]
Majmu’ah Manhajul Anbiya
MANHAJ SALAFY
(2)
“Termasuk as-Sunnah adalah BERPEGANG TEGUH KEPADA AL-JAMA’AH. Barangsiapa menginginkan selain al-Jama’ah dan berpecah darinya, maka dia  telah MELEPASKAN ikatan Islam dari lehernya, dan dia menjadi SESAT dan MENYESATKAN.” (Syarhus Sunnah, karya al-Barbahari rahimahullah)
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah :
“Apabila kita telah tahu, bahwa Islam adalah Sunnah dan Sunnah adalah Islam, maka ketahuilah Sunnah itu adalah banyak macamnya. TERMASUK AS-SUNNAH ADALAH BERPEGANG TEGUH KEPADA AL-JAMA’AH, yaitu Jama’ah Kaum Muslimin. Yang dimaksud AL-JAMA’AH adalah : JAMA’AH KAUM MUSLIMIN YANG BERADA DI ATAS AL-HAQ. Adapun jama’ah-jama’ah (kelompok-kelompok/ormas-ormas, dll, pen) yang tidak berada di atas al-Haq, maka itu tidak disebut al-Jama’ah yang hakiki. Setiap jama’ah yang berkumpul di atas kesesatan, atau di atas manhaj yang bertentangan dengan Islam, atau di atas jalan yang bertentangan dengan Islam, maka TIDAK BISA DISEBUT sebagai jama’ah yang hakiki, yang dikehendaki dan terpuji. AL-JAMA’AH yang dimaksud di sini adalah : setiap yang berada di atas al-Haq, baik orangnya berjumlah banyak atau pun sedikit. … BERPEGANG TEGUH KEPADA AL-JAMA’AH adalah tidak keluar dari jama’ah tersebut dan tidak berselisih di atasnya.”
[Ithaf al-Qari, 52 ]
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah :
“As-Sunnah itu umum, karena meliputi aqidah, manhaj, dan amal. Termasuk dalam kandungan as-Sunnah adalah BERPEGANG TEGUH DENGAN AL-JAMA’AH setelah berpegang teguh dengan aqidah, manhaj, dan amal. Al-Jama’ah adalah : ORANG-ORANG YANG BERADA DI ATAS AL-HAQ, baik secara aqidah, manhaj, dan amal, serta bersatu di atasnya. Barangsiapa yang melaksanakan prinsip-prinsip tersebut (aqidah, manhaj, dan amal, pen) namun dia berpisah/menyempal dari al-Jama’ah, maka dia telah MELAKUKAN PERBUATAN YANG SANGAT BERBAHAYA dan melakukan BID’AH YANG SANGAT BESAR. … Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku perintahkan kalian dengan lima hal :
▪ Mendengar,
▪ Ta’at,
▪ Jihad,
▪ Hijrah, dan
▪ al-Jama’ah
Sesungguhnya barangsiapa yang berpecah/menyempal dari al-Jama’ah sejengkal saja, maka telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya. Kecuali kalau dia mau kembali. … .” (HR. Ahmad (4/130), at-Tirmidzi no. 2863)
Ini menunjukkan atas sangat berbahanya perbuatan berpecah/menyempal dari al-Jama’ah, yang itu merupakan perubatan sangat jelek yang terjatuh padanya para pengekor hawa nafsu. Maka WAJIB atas setiap muslim untuk melaksanakan apa yang ditunjukkan oleh hadits ini, maupun hadits lainnya, dan BERPEGANG TEGUH KEPADA AL-JAMA’AH. AL-JAMA’AH adalah : AL-HAQ (kebenaran) dan Orang-orang yang berada di atas al-Haq.” [ ‘Aun al-Bari, hal. 54-55 ]
Majmu’ah Manhajul Anbiya
MANHAJ SALAFY
(3)
“Dasar yang ditegakkan di atasnya al-Jama’ah adalah : PARA SHAHABAT MuhammadShallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Barangsiapa yang TIDAK MENGAMBIL (agama) DARI MEREKA, maka dia TELAH SESAT DAN BERBUAT BID’AH. Setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan dan pengusungnya berada di neraka.” (Syarhus Sunnah, karya al-Barbahari rahimahullah)
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah :
“Siapakah al-Jama’ah yang demikian kondisinya itu? Mereka adalah PARA SHAHABAT Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga generasi yang datang setelah mereka dari kalangan Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Generasi yang utama. Mereka adalah al-Jama’ah, demikian pula generasi belakangan apabila bertauladan dengan mereka.
Itulah al-Jama’ah, yang WAJIB ATAS SETIAP MUSLIM untuk berjalan bersama mereka, walaupun harus menghadapi berbagai macam gangguan, berupa ancaman, celaan, dan serangan. Wajib bersabar dan menanggung segala resiko, selama dia berada di atas al-Haq. Jangan sampai menyimpang dari al-Haq, namun senantiasa bersabar terhadap segala yang menimpa. Jika tidak, maka dia akan menjadi sasaran empuk orang-orang yang punya kepentingan-kepentingan tertentu, atau para da’i kejelekan dan para da’i kesesatan. …
Barangsiapa yang tidak mau mengambil agamanya dari para shahabat – yang mereka adalah para pengemban al-Kitab dan as-Sunnah – maka dia TIDAK DI ATAS AL-HAQ.[Ithaf al-Qari, 56 ]
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah :
“Dasar yang ditegakkan di atasnya al-Jama’ah adalah :
Kitabullah, dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan SEBAIK-BAIK orang yang berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya adalah PARA SHAHABAT Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dalam aqidah, ibadah, jihad, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan dalam berbagai urusan keagamaan dan keduniaan. Allah telah memuji dan merekomendasi para shahabat, serta memberitakan bahwa Dia (Allah) ridha terhadap mereka dan mereka ridha terhadap-Nya, dan mereka adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia. Melakukan amar ma’ruf, terutama Tauhid. Juga nahi munkar, terutama SYIRIK dan BID’AH.
Mereka – ridhwanullah ‘alaihim – berada di atas ash-Shirath al-Mustaqim, senantiasa berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa yang tidak berpegang teguh dengan jalan kaum mukminin dalam aqidahnya, ibadahnya, dan segala urusan agamanya, maka dia telah menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya kaum mukminin – yaitu para shahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam – setelah jelas bagi hidayah. Barangsiapa melakukan hal tersebut, maka Allah akan serahkan dia pada dirinya sendiri dan kepada kebatilannya, dan Allah masukkan dia ke dalam neraka jahannam, yang merupakan sejelek-jelek tempat kembali.
Maka wajib atas kaum muslimin untuk mengetahui kemuliaan para shahabat dan kedudukan mereka di sisi Allah dan di sisi Rasul-Nya, serta wajib mengikuti jalan mereka. Sungguh Allah telah menjadikan mereka (para shahabat) sebagai tolok ukur kebenaran, …
Jadi, para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah dasar yang paling penting bagi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Barangsiapa berjalan mengikuti jejak dan manhaj mereka dalam aqidahnya, ibadahnya, dan manhajnya, maka dia termasuk Ahlus Sunnah. Sebaliknya, barangsiapa menyelisihi mereka dalam sedikit saja dari segala permasalahan tersebut, maka dia termasuk Ahlul Bid’ah dan kesesatan. Kesesatan dan pengusungnya berada di neraka.”  [ ‘Aun al-Bari, hal. 56-58 ]
Majmu’ah Manhajul Anbiya
MANHAJ SALAFY
(4a)
“Ketahuilah – semoga Allah merahmatimu – bahwa agama yang datang dari sisi AllahTabaraka wa Ta’ala tidaklah diletakkan di atas akal dan pikiran/pandangan para tokoh. Ilmu agama ini ada di sisi Allah dan Rasul-Nya. Maka JANGANLAH KAMU MENGIKUTI SESUATU PUN BERDASARKAN HAWA NAFSUmu, yang akan menyebabkan kamu MELESAT DARI AGAMA dan KELUAR DARI ISLAM.
Sesungguhnya tidak ada alasan bagimu. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah menjelaskan as-Sunnah kepada umatnya, diterangkan pula oleh para shahabatnya. Mereka itulah “al-Jama’ah”, merekalah “as-Sawad al-A’zham” (jumlah yang besar).
AS-SAWAD AL-A’ZHAM adalah al-Haq (kebenaran) dan Ahlul Haq (orang yang berada di atas al-Haq).
Barangsiapa yang menyelisihi para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sedikit saja dari urusan agama, maka dia telah kafir.” (Syarhus Sunnah, karya al-Barbahari rahimahullah)
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah :
Agama hanyalah apa yang datang dari Allah. Dia-lah yang mensyari’atkan agama. Tidak ada hak bagi seorang pun untuk meletakkan syari’atkan agama yang tidak Allah izinkan. Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyari’atkan untuk mereka dari agama sesuatu yang tidak Allah izinkan.” (QS. Asy-Syuura : 21).
Ini adalah PENGINGKARAN dan TAHDZIR.
Jadi, agama hanyalah apa yang disyari’atkan oleh Allah dan disampaikan oleh Rasul-NyaShallallahu ‘alaihi wa sallam. …
Agama tersebut dibangun di atas prinsip mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla dan meninggalkan peribadatan kepada apa pun selain-Nya. Serta terikat dengan apa yang Allah syari’atkan, dan menjauhi apa yang Allah haramkan. INILAH AGAMA.
Agama tidaklah diletakkan di atas akal dan pikiran/pandangan para tokoh. Agama bukanlah apa yang dianggap atau dipandang baik oleh para tokoh. Itu bukanlah agama Allah. Itu adalah agama manusia yang mereka buat-buat. …
Perkara-perkara agama bersifat tauqifiyyah. Harus berdasarkan dalil-dalil dari Allah dan Rasul-Nya dalam urusan agama. Harus terikat dengan apa yang terdapat dalam al-Kitab dan as-Sunnah. Tinggalkan perkara-perkara baru dan bid’ah, yang Allah tidak menerunkan keterengan tentangnya. Meskipun orangnya memandang itu sebagai agama, bertaqarrub kepada Allah dengannya. Kita tidak mengindahkannya dan tidak mengimaninya. Karena agama Allah adalah APA YANG DISYARI’ATKAN OLEH ALLAH DAN RASUL-NYA.
Karena agama itu tegak di atas ilmu yang datang dari sisi Allah dan Rasul-Nya. Jangan mengikuti hawa nafsu manusia, pandangan-pandangan/pendapat-pendapat manusia, jangan pula mengikuti apa yang mereka anggap baik, dan apa yang mereka senangi. Itu tidak ada dasarnya dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Ithaf al-Qari, 68-69 ]
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah :
“Penulis mentahdzir (memperingatkan) dari mengikuti hawa nafsu. Sebaliknya, beliau mendorong untuk mengikuti apa yang Allah wahyukan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menerima dan tunduk kepada semua yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itulah agama yang haq, yang Allah tidak menerima agama apapun selainnya. Allah tidak mensyari’atkan agama ini untuk mencocoki hawa nafsu, selera, dan syahwat manusia.” [ ‘Aun al-Bari, hal. 62 ]
Majmu’ah Manhajul Anbiya